Hari raya idul adha merupakan hari Kebahagiaan seluruh ummat manusia di muka bumi. Idul adha yang dilaksanakan
tanggal 10 dzulhijjah mengandung banyak sekali makna dan pelajaran yang mampu
dijadikan sebagai pedoman dalam bersosial.
Idul
adha disebut juga hari raya kurban, hal ini dikarenakan adanya anjuran,
kesunnahan untuk melakukan kurban. Kata kurban sendiri bersal dari Bahasa arab,
yakni قرب-يقرب-قربانا yang berarti dekat. Secara terminology kurban
ialah memotong hewan ternak dengan niat mendekatkan diri kepada allah swt. Hal
ini semata-mata sebagai symbol ketakwaan kepada yang kuasa atas segala nikmat
yang diberikan kepada hamba-Nya. Perintah kurban juga termkatub dalam QS. Al-kautsar,
ayat 2 yang berbunyi :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
(Maka sholatlah dan berkurbanlah (QS. Al-kautsar: 2 )
Disamping perintah berkutban, jutaan ummat manusia berkumpul di
tanah kelahiran baginda nabi Muhammad SAW untuk melaksankan ibadah haji. Namun
disinilah keadilan yang Allah SWT berikan kepada kaum muslimin, yakni banyak
diantara ummat manusia yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji baik itu
dilator belakangi oleh factor finansialm ekonimism kesehatan serta keadaan maka
sang Rahman memberikan kemudahan untuk mendekatkan diri kepada-Nya yakni dengan
berkurban.
Dalam momentum hari raya kurban ini, setidaknya mampu diambil ibrah
sebagai perekat kesetaraan antar strata social masyarakat. Ada beberapa ibrah
yang dapat diambil diantaranya :
1.
Kebaktian
anak dan ketaatan pada sang Khalik
Asal mula
qurban berawal dari lahirnya nabi Isma’il As. Pada saat itu dikisahkan
bahwa Nabi Ibrahim As tidak memiliki anak hingga di masa tuanya, lalu beliau
berdoa kepada Allah. “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang
anak) yang termasuk orang-orang yang sholeh.” (QS Ash-Shafaat : 100).
Allah SWT mengabulkan do’a Nabi Ibrahim dengan menganugerahkan seorang putra
yang diberi nama Isma’il.
Sewaktu Nabi
Isma’il As mencapai usia remaja, Nabi Ibrahim As mendapat mimpi bahwa ia harus
menyembelih puteranya Isma’il . Mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara
turunnya wahyu Allah SWT., maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus
dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim As. Nabi Ibrahim As pun akhirnya menyampaikan
isi mimpinya kepada Isma’il untuk melaksanakan perintah Allah SWT untuk
menyembelih Isma’il.
Ibrahim berkata
: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu “maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai ayahku
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku
termasuk orang yang sabar.” (QS Ash-Shafaat: 102)
Dengan tingkat
keimanan yang luar biasa, Nabi Ismail ikhlas melakukan apa yang telah Allah SWT
perintahkan. Dan beliau berjanji kepada ayahnya akan menjadi seorang yang sabar
dalam menjalani perintah itu. Sungguh mulia sifat Nabi Isma’il As. Allah SWT.
memujinya di dalam Al-Qur’an: “Dan ceritakanlah (Hai Muhammad kepada
mereka) kisah Isma’il (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (QS
Maryam : 54)
Nabi Ibrahim
As. lalu membaringkan Nabi Isma’il As. dan bersiap melakukan penyembelihan.
Nabi Ibrahim As. dan Nabi Ismail As. nampak menunjukkan keteguhan, ketaatan dan
kesabaran dalam menjalankan perintah itu. Saat Nabi Ibrahim As. hendak
mengayunkan pedang, Allah SWT menggantikan tubuh Nabi Isma’il As. dengan
sembelihan besar, yakni berupa domba jantan dari Surga, yang berwarna putih,
bermata bagus dan bertanduk. “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah
membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang
nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS
Ash-Shafaat : 104:107).
Dari penjelasan diatas menandakan baktinya
seorang anak yang rela disembelih oleh bapaknya atas perintah yang Kuasa.
2.
Mewujudkan kesetaraan
Dalam hal ini,
perlu kiranya untuk memperhatikan bahwasanya kurban memberikan kebahagiaan pula
pada ummat manuisa lainnya. Daging hewan kurban yang diberikan untuk sesama
mampu memberikan makna tersendiri dalam hati masyarakat yang kurang mampu,
sehingga dalam kontetks ini semua manusia sama-sama merasakan kebahagian di
hari raya. Hal ini mampu menutupi kesenjangan strata social yang ada ditengah
masyarakat.
3.
Meningkatkan solidaritas antar sesama
Hikmah berkurban dalam dimensi ini mampu
memperat tali silaturrahim antar sesama. Moment hari raya kurban harus
dijadikan sebagai ajang memperkuat ukhwah Islamiyah dan wathaniyah dalam
beragama dan bernegara. Dinamika yang sering terjadi ditengah bersosial harus
dieratkan dan di persatukan dengan moment hari raya, hal ini tentunya melihat
situasi dalam berhari raya qurban dengan melaksanakan bergbagai aktifitas
seperti takbiran pada sebagian wilayah, proses pemotongan hewan qurban yang
tidak mampu dilaksanakan oleh satu orang saja. Dengan itu, akan tumbuh rasa
solidaritasme ditengah masyarakat.
Itulah beberapa ibrah yang dapat dijadikan sebagai pengingat, pelajaran, serta konsep dalam hidup. Semoga nilai-nilai yang terkandung dalam momentum hari raya ini mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari..